Bogor, DBestnew
Polemik pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lido milik Harry Tanoesoedibjo kembali menjadi sorotan. Aktivis mahasiswa Muhammad Azrin menyoroti dugaan penyusutan luas Danau Lido dan dampak lingkungan dari aktivitas pembangunan proyek yang dikelola oleh PT. MNC Land Lido. Perusahaan ini mengelola area seluas 1.040 hektar, termasuk Danau Lido di dalamnya.
Azrin mengungkapkan bahwa berdasarkan data Kartu Inventaris Barang (KIB) Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat, luas Situ Lido tercatat ±35,88 hektar. Namun, pengukuran terbaru pada 10 Agustus 2022 menunjukkan luas kawasan hanya ±13,5 hektar. Bahkan, investigasi terbaru menunjukkan luas Danau Lido kini tinggal 12,4 hektar.
“Jika dihitung dengan sempadan 50 meter, luas Situ Lido seharusnya mencapai ±33,26 hektar. Namun, kenyataannya jauh lebih kecil,” ujar Azrin, mahasiswa Universitas Binaniaga Bogor.
Azrin menduga bahwa penyusutan Danau Lido terjadi akibat aktivitas pengurugan dan pembangunan oleh PT. MNC Land. Ia mengklaim memiliki bukti berupa video yang menunjukkan aktivitas pengurugan tersebut. Selain itu, Azrin menuduh pihak perusahaan membuang limbah proyek secara masif ke danau, menyebabkan pencemaran.
“Pengelola diduga membuang limbah ke danau, menyebabkan air menjadi keruh dan berubah warna menjadi coklat akibat sedimentasi yang dibiarkan terlalu lama,” ujarnya. Dampak sedimentasi ini, menurut Azrin, menyebabkan pendangkalan di beberapa wilayah perairan danau, terutama sekitar area inlet dan outlet.
Azrin menilai pembangunan KEK Lido tidak sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) No. 32 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 3, yang mengamanatkan pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ia juga menyebut bahwa pengurugan danau untuk pembangunan hotel melanggar Pasal 69 Ayat 1 UU PPLH.
“KLHK harus segera melakukan investigasi dan jika terbukti, PT. MNC Land harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” desaknya.
Azrin juga mendesak pemerintah untuk menerapkan sanksi pidana terhadap pelanggaran Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana diatur dalam UU PPLH dan UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023. Pasal 98 UU PPLH mengancam pelanggar dengan pidana penjara 3-10 tahun dan denda Rp3-10 miliar, sementara Pasal 60 melarang dumping limbah tanpa izin dengan ancaman hukuman maksimal 3 tahun penjara dan denda hingga Rp3 miliar.
Tuntutan Tegas
“KLHK dan pemerintah harus bertindak tegas. Jangan biarkan eksploitasi lingkungan seperti ini terus terjadi tanpa sanksi,” tegas Azrin.
Polemik ini menambah panjang daftar kritik terhadap pembangunan KEK Lido yang digadang-gadang sebagai proyek strategis nasional. Langkah tegas pemerintah menjadi kunci untuk memastikan pembangunan berjalan sesuai aturan tanpa merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar.
(Rusdi)